Senin, 19 November 2012

Tinjauan Hukum Cybercrime


Saat ini, di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yang terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cybercrime, para Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:
a.       KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )
-  Pasal 362 KUHP Tentang pencurian ( Kasus carding )
- Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
- Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik ( melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun teman-teman korban)
- Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
- Pasal 282 KUHP Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).
- Pasal 282 dan 311 KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di internet).
- Pasal 378 dan 362 (Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian)
b. Undang-Undang No.19 Thn 2002 Tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software
c. Undang-Undang No.36 Thn 1999 tentang Telekomunikasi, ( penyalahgunaan Internet yang menggangu ketertiban umum atau pribadi).
d.  Undang-undang No.25 Thn 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Pencucian Uang.
e.   Undang-Undang No.15 thn 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Penanggulangan Cybercrime


Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
E Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
E Meningkatkan sistem pengamanan komputer nasional sesuai standar internasional.
E Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
E Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
E Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral,
- Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.
Contoh bentuk penanggulangan antara lain :
- IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team)
Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT) Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia.
- Sertifikasi perangkat security. Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency.

Pelaku Cybercrime


A. Hacker
Sekumpulan orang/team yang tugasnya membangun serta menjaga sebuah sistem sehingga dapat berguna bagi kehidupan dunia teknologi informasi, serta penggunanya. hacker disini lingkupnya luas bisa bekerja pada field offline maupun online, seperti Software builder (pembuat/perancang aplikasi), database administrator, dan administrator. Namun dalam tingkatan yang di atas rata-rata dan tidak mengklaim dirinya sendiri, namun diklaim oleh kelompoknya, maka dari itu hacker terkenal akan kerendahan hati dan kemurahan memberikan segenap ilmunya.

B. Cracker
Seorang/sekumpulan orang yang memiliki kemampuan lebih dalam merusak sebuah sistem sehingga fungsinya tidak berjalan seperti normalnya, atau malah kebalikannya, sesuai keinginan mereka, dan mereka memang diakui memiliki kemampuan yang indigo dan benar-benar berotak cemerlang. Biasanya cracker ini belum dikategorikan kejahatan di dunia maya, karena mereka lebih sering merubah aplikasi, seperti membuat keygen, crack, patch (untuk menjadi full version).
C. Defacer
Seorang/Sekumpulan orang yang mencoba untuk mengubah halaman dari suatu website atau profile pada social network (friendster, facebook, myspace), namun yang tingkatan lebih, dapat mencuri semua informasi dari profil seseorang, cara mendeface tergolong mudah karena banyaknya tutorial diinternet, yang anda butuhkan hanya mencoba dan mencoba, dan sedikit pengalaman tentang teknologi informasi.
D. Spammer
Seorang/sekumpulan orang yang mencoba mengirimkan informasi palsu melalui media online seperti internet, biasanya berupa email, orang-orang ini mencoba segala cara agar orang yang dikirimi informasi percaya terhadap mereka sehingga next step untuk mendapatkan kemauan si spammer ini berjalan dengan baik. Meraka tidak lain dikategorikan sebagai penipu, dan sederetan istilah yang ada, namun saya mencoba memaparkan sedikit saja, karena nama-nama di atas yang sering sekali muncul kepermukaan.

Cybercrime



Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Karakteristik Cybercrime dalam perkembangannya kejahatan konvensional cybercrime dikenal dengan :
1. Kejahatan kerah biru
2. Kejahatan kerah putih
Cybercrime memiliki karakteristik unik yaitu :
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Dari beberapa karakteristik di atas, untuk mempermudah penanganannya maka cybercrime diklasifikasikan :
Cyberpiracy : Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
Cybertrespass : Penggunaan teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system komputer suatu organisasi atau individu.
Cybervandalism : Penggunaan teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data di komputer.

Aspek Tinjauan Pelanggaran Kode Etik



Semua teknologi adalah pedang bermata dua, ia dapat digunakan untuk tujuan baik dan jahat. Contoh teknologi nuklir dapat memberikan sumber energi tetapi nuklir  juga menghancurkan kota Hiroshima. Seperti halnya juga teknologi kumputer, orang yang sudah memiliki keahlian di bidang komputer bisa membuat teknologi yang bermanfaat tetapi tidak  jarang yang melakukan kejahatan.
ü  ASPEK TEKNOLOGI
Semua teknologi adalah pedang bermata dua, ia dapat digunakan untuk tujuan baik dan jahat. Contoh teknologi nuklir dapat memberikan sumber energi tetapi nuklir juga menghancurkan kota Hiroshima.
Seperti halnya juga teknologi komputer, orang yang sudah memiliki keahlian di bidang komputer bisa membuat teknologi yang bermanfaat tetapi tidak  jarang yang melakukan kejahatan.
ü  ASPEK HUKUM
Hukum untuk mengatur aktifitas di internet terutama yang berhubungan dengan kejahatan maya antara lain masih menjadi perdebatan. Ada dua pandangan mengenai hal tersebut antara lain:
  1. Karakteristik aktifitas di internet yang bersifat lintas batas sehingga tidak lagi tunduk   
  pada batasan teritorial (wilayah).
2. Sistem Hukum Tradisional (The Existing Law) yang justru bertumpu pada batasan teritorial dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan hukum yang muncul alibat aktifitas internet. Dilema yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam menghadapi fenomena cyberspace ini merupakan alasan utama perlunya membentuk satu regulasi yang cukup akomodatif terhadap fenomena baru yang muncul akibat pemanfaatan internet. Aturan hukum yang akan dibentuk itu harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum (the legal needs) para pihak yang terlibat di dalam transaksi lewat internet. Hukum harus diakui bahwa yang ada di Indonesia sering kali belum dapat menjangkau penyelesaian kasus kejahatan komputer. Untuk itu diperlukan jaksa yang memiliki wawasan dan cara pandang yang luas mengenai cakupan teknologi yang melatar belakangi kasus-kasus tersebut. Sementara hukum di Indonesia itu masih memiliki kemampuan yang terbatas di dalam penguasaan terhadap teknologi informasi.


ü  ASPEK PENDIDIKAN
Dalam kode etik hacker ada kepercayaan bahwa berbagi informasi adalah hal yang sangat baik dan berguna, dan sudah merupakan kewajiban (kode etik) bagi sker eorang hacker untuk membagi hasil penelitiannya dengan cara menulis kode yang open source dan memberikan fasilitas untuk mengakses informasi tersebut dan menggunakan peralatan pendukung apabila memungkinkan. Di sini kita bias melihat adanya proses pembelajaran. Yang menarik dalam dunia hacker yaitu terjadi strata atau tingkatan yang diberikan oleh komunitas hacker kepada seseorang karena kepiawaiannya bukan karena umur atau senioritasnya. Untuk memperoleh pengakuan atau derajat seorang hacker mampu membuat program untuk eksploit kelemahan system menulis tutorial / artikel aktif diskusi di mailing list atau membuat situs web, dsb.
ü  ASPEK EKONOMI
Untuk merespon perkembangan di Amerika Serikat sebagai pioneer dalam pemanfaatan internet telah mengubah paradigma ekonominya yaitu paradigma ekonomi berbasis jasa (From a manufacturing based economy to service – based economy). Akan tetapi pemanfaatan tknologi yang tidak baik (adanya kejahatan didunia maya) bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit di Indonesia ada 109 kasus yang merupakan predikat FRAUD (Credit Card) korbannya 80% adalah warga AS.
ü  ASPEK SOSIAL BUDAYA
Akibat yang sangat nyata cyber crime terhadap kehidupan nyata sosial budaya di Indonesia adalah ditolaknya setiap transaksi di internet dengan menggunakan kartu kredit
yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia. Masyarakat dunia telah percaya lagi dikarenakan banyak kasus credit card FRAUD yang dilakukan oleh netter asal Indonesia.

Penyebab Pelanggaran Kode Etik



a)     Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat.
b) Organisasi profesi tidak dilengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan.
c)  Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak prepesi sendiri.
d)  Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi IT untuk menjaga martabat luhur profesinya.
e)     Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas di antara para pengemban profesi IT untuk menjaga martabat luhur profesinya.

Kode Etik Profesi


Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.
Kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Kode etik yang ada dalam masyarakat indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, kode etik Jurnalistik Indonesia, kode etik Advokasi Indonesia dan lain-lain.